Bab 12
MONOPOLI
Monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana dalam sebuah
industri hanya terdapat sebuah perusahaan dan produk yang dihasilkan tidak memiliki pengganti
yang sempurna.
Pasar monopoli timbul akibat adanya praktek monopoli,
yaitu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu pelaku usaha/penjual yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
Timbulnya Monopoli
Hal-hal yang dapat menimbulkan monopoli :
1.
Monopoli negara yang ditetapkan
oleh pemerintah, misalnya : PLN, PAM, Telkom
2.
Di kalangan usaha swasta :
a. Karena kekuatan modal, misalnya ; pabrik baja, pabrik mobil,
pertamina
b. Karena kerjasama dengan beberapa perusahaan dengan
maksud untuk menguasai pasar dan menghilangkan persaingan, misalnya : kartel, trust, sindikat.
c. Karena diberikan kedudukan monopoli oleh
undang-undang, misalnya: hak merek, hak cipta, franchise.
d. Karena keterbatasan pasar (keindahan alam, keahlian
istimewa, misalnya : pemandangan yang indah, seniman).
e. Secara historis hanya ada
satu produsen dalam industri.
Pasar Monopolistik memiliki ciri-ciri yang melekat,
yaitu :
1. Terdapat banyak produsen atau penjual.
Meskipun demikian, pasar ini tidak memiliki produsen atau penjual sebanyak
pasar persaingan sempurna dan tidak ada satu pun produsen yang mempunyai
skala produksi yang lebih besar dari produsen lainnya.
2. Adanya Diferensiasi Produk.
Pasar ini menawarkan produk yang cenderung sama, namun
memiliki perbedaan-perbedaan khusus dengan produk lainnya, misalnya dari cara
pengemasan, pelayanan yang diberikan dan cara pembayaran.
3. Produsen Dapat mempengaruhi harga.
Berbeda dengan Pasar Persaingan Sempurna, dimana harga
terbentuk berdasarkan mekanisme pasar, maka pasar monopolistik dapat
mempengaruhi harga meskipun tidak sebesar pasar oligopoli dan monopoli.
4. Produsen dapat keluar masuk pasar.
Hal ini
dipengaruhi oleh laba ekonomis, saat produsen hanya sedikit di pasar maka laba
ekonomisnya cukup tinggi. Ketika produsen semakin banyak dan laba ekonomis
semakin kecil, maka pasar menjadi tidak menarik dan produsen dapat meninggalkan
pasar.
5. Promosi
penjualan harus aktif.
Pada pasar
ini harga bukan merupakan pendongkrak jumlah konsumen, melainkan kemampuan
perusahaan menciptakan citra baik dimata konsumen, sehingga dapat menimbulkan
fanatisme terhadap produk. Karenanya, iklan dan promosi memiliki peran penting
dalam merebut dan mempertahankan konsumen.
Pengertian Pasar
Oligopoli
Pasar Oligopoli merupakan salah satu jenis dari pasar Persaingan
tidak sempurna. Dimana pasar Oligopoli merupakan pasar yang hanya
terdapat beberapa perusahaan atau penjual yang memproduksi barang sejenis.
Dalam pasar Oligopoli, setiap perusahaan yang ada di dalamnya selalu
bersaing. Persaingannya bisa berupa persaingan harga atau persaingan
produk. Untuk persaingan harga, biasanya mereka akan menawarkan harga serendah
mungkin atau bahkan memberikan potongan haga maupun hadiah supaya para konsumen
tertarik untuk membeli produk mereka.
Istilah
Oligopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Oligos Polein yang berarti:
yang menjual sedikit. Hal ini disebabkan karena jumlah penjual dalam jenis pasar Oligopoli memang
tidak terlalu banyak. Paling tidak terdapat antara 10-15 penjual. Bahkan ada yang benar-benar
hanya terdiri dari 2 penjual yang disebut dengan pasar duopoli. Melihat
sedikitnya jumlah penjual pada pasar Oligopoli, persaingan yang terjadi di
dalamnya sangatlah ketat. Sebuah perusahaan dalam pasar oligopoli akan langsung
melakukan reaksi bila perusahaan pesaingnya melakukan tindakan yang
mempengaruhi pasar.
Istilah perang harga barangkali merupakan suatu hal
yang biasa pada pasar oligopoli ini. Adanya resiko yang cukup besar bila
melakukan perang harga membuat beberaa perusahaan memutuskan untuk melakukan
kerjasama dalam penentuan harga. Sikap cooperatif dalam menentukan harga ini
akhirnya menggiring persaingan diantara mereka dalam bentuk lain, yaitu
persaingan non harga (non price competition). Inilah yang mendasari
dibedakannya bentuk pasar Oligopoli menjadi Oligopoli ketat dan Ologopoli
longgar. Dari sejumlah keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik.
Bentuk pasar Oligopoli adalah sebagai berikut:
-
Hanya terdapat
sedikit penjual di pasar. Sehingga keputusan seorang penjual akan mempengaruhi
penjual yang lain. Efek reaksi tersebut pada gilirannya akan menimbulkan
reaksi balasan bagi pesaing - pesaingnya.
-
Produk-produk dari
perusahaan di pasar Oligopoli ini dapat distandarisasikan. Industri ini umunya
dijumpai pada industri yang menghasilakn bahan=bahan mentah, seperti industri
baja dan aluminium.
-
Terdapat pembedaan
produk/corak. Semakin besar tingkat diferensiasi produk maka produsen semakin
tidak tergantung pada aktivitas perusahaan - perusahaan lainnya.
-
Memungkinkan
perusahaan lain untuk masuk ke pasar, namun prosesnya tidak mudah karena
biasanya perusahaan besar memiliki skala ekonomis yang besar dalam
melakukan kegiatan produksinya.
-
Promosi iklan sangat
diperlukan untuk persaingan. Dengan adanya iklan diharapkan akan menciptakan pembeli baru, namun yang terpenting
adalah mempertahankan pembeli lama
.
SUAP
Suap adalah suatu tindakan dengan
memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang
yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya, contoh, para pejabat, dan
membujuknya untuk merubah otoritasnya demi keuntungan orang yang memberikan
uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang.
Suap dalam berbagai bentuk, banyak dilakukan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bentuk suap antara lain dapat berupa
pemberian barang, uang sogok dan lain sebagainya. Adapaun tujuan suap adalah
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dari orang atau pegawai atau pejabat
yang disuap.
Pengertian Suap. disebut juga dengan sogok atau memberi
uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah adalah
memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan
mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan. Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi “Memahami untuk
Membasmi” yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa
cakupan suap adalah (1) setiap orang, (2) memberi sesuatu, (3) kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara, (4) karena atau berhubungan dengan sesuatu
yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya.
Suap juga bisa berarti setiap harta yang diberikan kepada pejabat atas suatu
kepentingan, padahal semestinya urusan tersebut tanpa pembayaran. Sedangkan
dalam fikih, suap atau risywah cakupannya lebih luas. Sebagaimana dikatakan Ali
ibn Muhammad Al Jarjuni dalam kitab Ta’rifat,Beirut(1978), Dr. Yusuf Qordhawi mengatakan, bahwa suap
adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau
jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai
dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender)
atau menyingkirkan musuhnya.
Suap adalah pemberian yang diharamkan syariat, dan ia
termasuk pemasukan yang haram dan kotor. Suap ketika memberinya tentu dengan
syarat yang tidak sesuai dengan hukum atau syariat, baik syarat tersebut
disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung. Suap diberikan
untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil. Suap pemberiannya
dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut-menuntut,
biasanya diberikan dengan berat hati. Suap -biasanya- diberikan sebelum
pekerjaan.
Adapun pemberian suap ini dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
a) Uang dibayar setelah
selesai keperluan dengan sempurna, dengan hati senang, tanpa penundaan pemalsuan,
penambahan atau pengurangan, atau pengutamaan seseorang atas yang lainnya.
b) Uang dibayar melalui
permintaan, baik langsung maupun dengan isyarat atau dengan berbagai macam cara
lainnya yang dapat dipahami bahwa si pemberi menginginkan sesuatu.
c) Uang dibayar sebagai hasil dari selesainya pekerjaan
resmi yang ditentukan si pemberi uang.
Dalam buku NU Melawan Korupsi (Kajian tafsir dan fikih
yang dikeluarkan oleh PB NU dengan kemitraan menyebutkan bahwa dalam fikih
Islam makna suap tidak hanya memiliki ruang lingkup terbatas dari rakyat untuk
pegawai negeri atau pejabat negara, tetapi bisa dari dua arah. Penguasa,
pegawai negeri, atau pejabat negara yang memberikan uang kepada rakyat atau
tokoh masyarakat untuk memutuskan menentukan pilihan dalam pilkada, pilgub dan
pilpres yang sering disebut money politics juga termasuk kategori suap.
Selain itu, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara juga dianggap sebagai pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya. Penyuap dan Penerima Suap Dalam bahasa syari’ah penyuap disebut dengan ar-Rasyi yaitu orang yang menyuap. Sedangkan orang yang disuap disebut al-Murtasyi.
Selain itu, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara juga dianggap sebagai pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya. Penyuap dan Penerima Suap Dalam bahasa syari’ah penyuap disebut dengan ar-Rasyi yaitu orang yang menyuap. Sedangkan orang yang disuap disebut al-Murtasyi.
Penyuap adalah orang yang memberi hadiah atau janji
kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut. Selain itu seseorang dianggap sebagai
pemberi suap apabila memberi atau menjajikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai
setelah ia menjabat atau diangkat menjadi pegawai pada sebuah instansi dengan
tujuan mengambil hatinya tanpa hak, baik untuk kepentingan sekarang maupun
untuk masa akan datang, yaitu dengan menutup mata terhadap syarat yang ada
untuknya, dan atau memalsukan data, atau mengambil hak orang lain, atau
mendahulukan pelayanan kepadanya daripada orang yang lebih berhak.
Sedangkan penerima suap adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Sedangkan penerima suap adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Setiap orang yang menerima hadiah atau janji dengan
maksud untuk melakukan sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan
kewajibannya, baik permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan, atau
menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawannya sesuai dengan yang
diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau
menyingkirkan musuhnya adalah penerima suap. Baik orang yang memberi ataupun
yang menerima suap, sama-sama mendapatkan hukuman karena dengan melakukan suap
tersebut kedua belah pihak telah merugikan pihak lain.
Definisi suap didalam Undang-undang No. 11 tahun 1980
tentang Tindak Pidana Suap) Pasal 2, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, Pasal 3. menerima sesuatu atau
janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu
atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut
kepentingan umum. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, suap diartikan sebagai
pemberian dlm bentuk uang atau uang sogok kepda pegawai negri.
Dalam arti yang lebih luas suap tidak hanya dalam uang
saja, tetapi dapat berupa pemberian brang, rabat (discount), komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri
atau pejabat negara yang pemberian tersebut dianggap ada hubungan dengan
jabatanya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai pegawai negeri
atau pejabat negara. Perbuatan suap dilakukan oleh seorang kepada pihak lain
baik pegawai negeri, pejabat negara maupun kepada pihak lain yang mempunyai
kewenangan/pengaruh.
Batasan untuk kepentingan umum ditegaskan dalam pasal 2, pasal 3 serta paragraf ke 3 Undang-Undang No 11 tahun 1980 tentang suap, termasuk untuk kepentingan umum kewenangan dan kewajiban yang ditentukan oleh kode etik profesi atau yang ditentukan oleh organisasi masing-masing.
Aturan yang menunjuk adanya kekhususan, sebagaimana
terdapat dalam perumusan ancaman pidana yang menggunkan perumusan kumulatif
ancaman pidana penjara dan denda. Ex: ps 2 UU No 11 thn 1980 ( diperuntukan
bagi pesuap aktif ), ps 3 undang-undang No 11 tahun 1980 (diperuntukan bagi
pesuap fasif)
Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap
dengan pidana penjara selamalamanya 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya
Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Berdasarkan Pasal tersebut
unsur-unsur perbuatan pidana suap terdiri dari:
a) Barang siapa
b) Memberi dan menjanjikan ssuatu kpda orang lain
c) Dengan maksud membujuk supaya penerima suap berbuat
atau tdak berbuat ssuai dengan tugasnya yang bertentangan dengan kewenangannya
dan kewajibanya
d) Bertentangan dengan kepentingan umum
Dalam pasal 3 Undang-undang Tindak pidana suap yang
menyebutkan
“Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah)”.
“Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah)”.
Berdasarkan bunyi
pasal diatas unsur perbuatan pidana suap terdiri dari:
a) Barang siapa
b) Menerima sesuatu atau janji
c) Melakukan perbuatan
atau tdk melakukn perbuatan yang bertentangan dengan kewenangan atau kewajiban
d) Menyangkut kepentingan umum
Unsur objekti dalam tindak pidana suap berupa
pemberian atau janji untuk memberi sejumlah uang atau dalam bentuk barang
lainnya kepada orang yang mempunyai kewenangan dan atau kekuasaan
yangmenyangkut kepentingan umum (pesuap aktif), serta penerima suap (pesuap
pasif), apabila dia menduga atau patut diduga, bahwa pemberian tsb terkait
dengan jabatan atau kewenangan yang dimilikinya, maka sudah dikatakan unsur
objektif. Tindak pidana Suap sebegaimana dirumuskan dalam pasal 2 dan 3
tersebut diatas menggunakan rumusan formil artinya yang diancam pidana adlah
perbuatan bukan akibatnya. Namun untuk menjatuhkan saknsi pidana kepada pesuap
aktif harus dibuktikan adanya unsur niat/kehendak yang dituju oleh pembuat.,
sedangkan sebagai penerima cukup adanya dugaan/ kepatutan (kondisi objektif),
bahwa penerima mengetahui/sudah layak mengetahui, bahwa pemberian sesuatu atau
janji itu berkaitan dengan kewenangan atau kewajiban yang ia miliki.
sebagaimana ditentukan dlm UU, pesuap aktif dan pasif sama diancam dengan
pidana penjara dana denda. Pembentuk undang-undang memberikan ancaman pidana
denda yang sama bagi keduanya yaitu Rp 15.000.000. pembentuk UU membedakan
sanski pidananya, pesuap pasif diancam pidana yang lebih berat (paling lama 5
tahun penjara) sedangkan pesuap aktif ancaman pidananya paling lama 3 thn
penjara.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa suap
adalah memberi sesuatu, baik uang maupun barang kepada seseorang agar melakukan
sesuatu bagi si pemberi suap yang bertentangan dengan kewajibannya, baik
permintaan itu dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan. Dari sini dapat
dipahami bahwa suap adalah sebuah tindakan yang mengakibatkan sakit atau
kerugian di pihak lain.
UNDANG-UNDANG
ANTI MONOPOLI
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuat peraturan pelaksanaan mengenai
beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Latar
belakang diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun
1999) adalah karena sebelum UU tersebut diundangkan muncul iklim persaingan
usaha yang tidak sehat di Indonesia, yaitu adanya pemusatan kekuatan ekonomi
pada perorangan atau kelompok tertentu, baik itu dalam bentuk monopoli maupun
bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat lainnya. Pemusatan kekuatan ekonomi
pada kelompok pengusaha tertentu terutama yang dekat dengan kekuasaan, telah
menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi rapuh karena bersandarkan pada
kelompok pengusaha-pengusaha yang tidak efisien, tidak mampu berkompetisi, dan
tidak memiliki jiwa wirausaha untuk membantu mengangkat perekonomian Indonesia. UU No. 5/1999 ini
diundangkan setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi di tahun 1997-1998 yang
meruntuhkan nilai rupiah dan membangkrutkan negara serta hampir semua pelaku ekonomi. Undang-undang ini
juga merupakan salah satu bentuk reformasi ekonomi yang disyaratkan oleh
International Monetary Fund untuk bersedia membantu Indonesia keluar dari
krisis ekonomi. Undang-undang ini berlaku efektif pada tanggal 5 Maret 2000.
Untuk mengawasi dan menerapkan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas
Pengawas Persaingan Usaha atau disingkat KPPU (berdasar pasal 30 UU No.
5/1995).
Secara umum, isi UU No.
5/1999 telah merangkum ketentuan-ketentuan yang umum ditemukan dalam
undang-undang antimonopoli dan persaingan tidak sehat yang ada di negara-negara
maju, antara lain adanya ketentuan tentang jenis-jenis perjanjian dan kegiatan
yang dilarang undang-undang, penyalahgunaan posisi dominan pelaku usaha,
kegiatan-kegiatan apa yang tidak dianggap melanggar undang-undang, serta
perkecualian atas monopoli yang dilakukan negara.
Sejauh ini
KPPU telah sering menjatuhkan keputusan kepada para pelaku usaha di Indonesia
yang melakukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-kegiatan yang dikategorikan
terlarang oleh UU No. 5/1999 serta yang menyalahgunakan posisi dominan mereka.
Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: oligopoli, penetapan harga,
pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, intregasi vertikal, dan
perjanjian tertutup. Sedang kegiatan yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah:
monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persengkongkolan.
Pada 5
Maret 2009 yang lalu UU No. 5/1999 genap berusia sepuluh tahun, waktu yang
cukup panjang dan relevan untuk melakukan refleksi dan evaluasi terhadap
pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut.
Praktik
monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sementara itu, persaingan usaha tidak sehat adalah
persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Sepuluh
tahun penerapan UU Antimonopoli perlu dilakukan suatu refleksi, apa
dampaknya bagi dunia usaha, bagi konsumen dan pemerintah. Selama sepuluh tahun
berlakunya UU Antimonopoli, sejak tahun 2000 sampai sekarang menurut Zubaedah, Kasubdit Advokasi KPPU,
KPPU telah menerima 963 laporan pelanggaran tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan tidak sehat. Setelah laporan itu diklarifikasi, yang ditindaklanjuti
berjumlah 179. Dari jumlah tersebut sebanyak 121 diputuskan, 43 statusnya
penetapan, sedangkan 15 lainnya sedang ditangani.
Dilihat
dari jumlah kasus yang dilaporkan, yang sudah diputuskan dan yang sedang
diproses, KPPU dapat dikatakan tergolong aktif melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Tetapi yang perlu dievaluasi secara sederhana adalah dampak UU Antimonopoli tersebut
terhadap pelaku usaha, terhadap konsumen dan Pemerintah sendiri.
Dampak UU Antimonopoli bagi Pelaku Usaha
Dampak UU
Antimonopoli tersebut bagi pelaku usaha adalah yang pertama, pelaku usaha tidak
boleh menjalankan usaha dengan cara tidak fair atau menjalankan usaha merugikan
pesaingnya baik secara langsung maupun tidak langsung; yang kedua pelaku usaha harus
sungguh-sungguh bersaing dengan kompetitornya supaya tetap dapat eksis di pasar
yang bersangkutan, baik dari aspek kualitas, harga maupun pelayanannya. Karena
suatu pelaku usaha tidak tahu persis apa yang dilakukan oleh kompetitornya
untuk tetap eksis, maka setiap pelaku usaha akan melakukan perbaikan
peningkatan terhadap produknya (inovasi) untuk menghasilkan kualitas yang lebih
baik, harga yang lebih murah dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk
menarik hati konsumen.
Apakah ini
sudah dijalankan oleh pelaku usaha di Indonesia? Sejak diberlakukannya UU
Antimonopoli sepuluh tahun yang lalu, pelaku usaha umumnya sudah memperhatikan
rambu-rambu yang ditetapkan di dalam UU Antimonopoli. Paling tidak mengetahui
bahwa ada UU Antimonopoli yang memberi kebebasan kepada pelaku usaha untuk
menjalankan usahanya, tetapi kebebasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan di dalam UU Antimonopoli tersebut. Misalnya, adanya larangan
penguasaan pangsa pasar lebih dari 50% untuk satu pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha (Pasal 17), dan penguasaan pangsa pasar lebih dari 75% untuk dua
atau tiga pelaku usaha (Pasal 25 ayat 2 huruf b). Namun, batasan ini tidak
berlaku mutlak. Artinya tidak setiap pelaku usaha melebihi pangsa pasar
tersebut langsung dilarang, melainkan harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah
dengan melebihi penguasaan pangsa pasar yang ditetapkan tersebut mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat. Kalau ya, maka larangan tersebut dikenakan kepada
pelaku usaha yang bersangkutan, kalau tidak, maka pelaku usaha tersebut tidak
dikenakan larangan tersebut.
Dengan
demikian UU Antimonopoli tidak anti perusahaan besar. Justru UU Antimonopoli
mendorong perusahaan menjadi perusahaan besar asalkan atas kemampuannya
sendiri, bukan karena melakukan praktik persaingan usaha yang tidak sehat.
KASUS
PADA BERBAGAI STRUKTUR PASAR
Contoh
kasus dari struktur pasar adalah berdirinya pasar modern (super market)
disekitas pasar tradisional. Disini termasuk kedalam pasar monopoloistis yang
artinya didalam pasar ini terdapat banyak produsen yang menghasilkan barang
serupa tapi tetap memiliki perbedaan. Dari kasus ini konsumen lebih memilih
untuk berbelanja dipasar modern tersebut, hingga membuat para produsen
mengalamai penurunan penghasilan. Kalau dilihat mengapa terjadi seperti itu,
bisa dikarenakan konsumen lebih memilih tempat yang lebih nyaman untuk mereka
berbelanja walaupun mungkin harga produknya sedikit lebih mahal. Tapi ini semua
tergantung dari selera konsumen, tidak semua konsumen nyaman dengan berbelanja
dipasar modern, begitu juga sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar