MENINGKATKAN PERAN DAN KINERJA
KOPERASI BELAJAR DARI PENGALAMAN NEGARA-NEGARA EROPA
1. PENDAHULUAN
Kegiatan
berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di
sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk
menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh
gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19
dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari
asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis.
Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di
Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.
Sejak
munculnya ide tersebut hingga saat ini, banyak koperasi di negara-negara maju
seperti di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar
termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang mampu
bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.Sejarah kelahiran dan berkembangnya
koperasi di negara maju dan negara sedang berkembang memang sangat diametral.
Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan
pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar.
Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan
penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan
internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian
sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka
membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran
antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara
sedang berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa
sendiri setelah kemerdekaan.sedangkan di indonesia
Gagasan tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19,
dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di
kalangan pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga
akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa
pengembangan koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih
karena dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan
sepenuhnya inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah
di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat. Bung Hatta sendiri mulai tertarik kepada
sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara
Skandinavia, khususnya Denegara majuark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia
sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong,
namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang
berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara “koperasi sosial”
yang berdasarkan asas gotong royong, dengan “koperasi ekonomi” yang berdasarkan
asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi
bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat
tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-helplapisan
masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena
itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan
prinsip efisiensi.
Tidak hanya
di negara sedang berkembang yang pendapatan per kapitanya rendah, tetapi juga
di negara maju yang pada umnya adalah ekonomi kapitalis seperti di Amerika
Utara dan Jepang atau yang semi kapitalis seperti di negara-negara Eropa Barat,
khususnya Skandinavia peran koperasi sangat penting. di tujuh negara Eropa
menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan kesempatan
kerja mencapai sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5 persen di Swiss.
Perkembangan koperasi yang sangat pesat di negara maju tersebut membuktikan
bahwa tidak ada suatu korelasi negatif antara masyarakat dan ekonomi modern dan
perkembangan koperasi. Dalam kata lain, koperasi tidak akan mati di
tengah-tengah masyarakat dan perekonomian yang modern, atau pengalaman tersebut
memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis.
Sebaliknya, koperasi-koperasi di negara maju selama ini tidak hanya mampu
bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka juga
menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut.
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa
yang juga merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
PEMBAHASAN
Sejarah berdirinya
koperasi dunia
Gerakan
koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858),
yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia.
Gerakan
koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William
King (1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton,Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi
bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan
saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi
akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip
yang sama dengan koperasi buatan Inggris.Koperasi-koperasi di Inggris didirikan
oleh Charles
Foirer, Raffeinsen,
dan Schulze
Delitch. Di Perancis, Louis
Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas
barang. Di Denmark PastorChristiansone mendirikan
koperasi pertanian.
Perkembangan
Koperasi di Korea
Koperasi di
Korea di mulai pada awal abad 20 khususnya koperasi pedesaan. Koperasi kredit
pedesaan misalnya sudah mulai dikenal pada tahun 1907. Koperasi ini didirikan
oleh rakyat untuk membantu petani yang membutuhkan uang untuk membiayai usaha
pertaniannya. Sedangkan koperasi kerajinan dan koperasi pertanian baru mulai
diorganisir pada tahun 1936. Kedua koperasi ini mendapat perlindungan dari
pemerintah.
Pada tahun
1956 koperasi kredit pedesaan di organisir oleh pemerintah Korea menjadi Bank
Pertanian Korea. Namun pada tahun 1957 koperasi pertanian melebarkan sayapnya
dalam kegiatan simpan pinjam. Jadi Korea ada dua organisasi pedesaan yang
melayani kebutuhan kredit petani, yakni Bank Pertanian Korea dan Koperasi
Pertanian.
Perkembangan
Koperasi di Indonesia
Sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran
pedagang-pedagang bangsa Eropa yang datang ke Indonesia. Namun dengan
keserakahan pedagang-pedagang Eropa untuk meraih keuntungan yang
sebesar-besarnya, maka hubungan dagang menjadi ingin menguasai mata rantai
perdagangan.
Akibatnya
terjadi penindasan (menjajah) oleh pedagang-pedagang bangsa Eropa
terhadap bangsa Indonesia. Dari penderitaan inilah yang mengunggah
pemuka-pemuka bangsa Indonesia berjuang untuk memperbaiki kehidupan masyarakat,
salah satunya dengan mendirikan koperasi.
Zaman
Belanda
R. aria
wiraatmaja seorang patih di Purwekerto, mempelopori berdirinya sebuah bank yang
bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha
ini mendapat dukungan residen Purwekerto E.Sieburg.badan usaha yang dipilih
untuk bank yang diberi nama Bank penolong dan tabunggan (Help en Spaar Bank),
ialah koperasi.
Pada tahun
1898, atas bantuan E.Sieburg dan De Woolfvan Westerrode, jangkauan perlayanan
bank diperluas ke sektor pertanian (HulpSpaar en Lanbouwweredit Bank), yaitu
meniru pola koperasi pertanian yang dikembangkan di Jerman (Raiffeisen). Upaya
yang ditempuh pemerintah kolonial belanda ialah merintangi perkembangan yang
dirintis oleh R. Aria Wiraatmaja.
Pada tahun
1908 Raden Soetomo melalui Budi Utomo berusaha mengembangkan koperasi rumah
tangga tetapi kurang berhasil karena dukungan dari masyarakat sangat rendah.
Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi sangat rendah.
Tahun 1913, serikat Dagang Islam yang kemudian menjadi Sarekat Islam,
memelopori berdirinya beberapa jenis Industri Koperasi Kecil dan kerajinan.
Hambatan formal dari pemerintahan belanda adalah diterapkannya peraturan
koperasi No.44431 tahun 1915, dimana persyaratan Administrasi, yang menyangkut
masalah perizinan, pembiayaan dan masalah-masalah teknis pendirian yang
kegiatan usaha koperasi dibuat sangat berat. Pada tahun1939, koperasi di
Indosesia tumbuh pesat, mencapai 1712 buah, dan terdaftar sebanyak 172 buah
dengan anggota sekitar 144.134 orang.
Kondisi
Koperasi di Negara dengan Sistem Kapitalis dan Semi Kapitalis
Kegiatan
berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di
sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong
kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang
kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum
buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan
utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi
menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis. Ide koperasi ini kemudian
menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi
diperkenalkan pada awal abad 20.
Sejarah
kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju dan negara sedang
berkembang memang sangat diametral. Di negara maju koperasi lahir sebagai
gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan
berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan
ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang
mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi
dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara
dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Tidak
hanya di negara sedang berkembang yang pendapatan per kapitanya rendah, tetapi
juga di negara maju yang pada uumnya adalah ekonomi kapitalis seperti di
Amerika Utara dan Jepang atau yang semi kapitalis seperti di negara-negara
Eropa Barat, khususnya Skandinavia peran koperasi sangat penting. di tujuh
negara Eropa menunjukkan bahwa pangsa dari koperasi-koperasi dalam menciptaan
kesempatan kerja mencapai sekitar 1 persen di Perancis dan Portugal hingga 3,5
persen di Swiss. Perkembangan koperasi yang sangat pesat di negara maju
tersebut membuktikan bahwa tidak ada suatu korelasi negatif antara masyarakat
dan ekonomi modern dan perkembangan koperasi. Dalam kata lain, koperasi tidak
akan mati di tengah-tengah masyarakat dan perekonomian yang modern, atau
pengalaman tersebut memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan
ekonomi kapitalis. Sebaliknya, koperasi-koperasi di negara maju selama ini
tidak hanya mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi,
tetapi mereka juga menyumbang terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara
kapitalis tersebut.
Seperti
telah dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga
merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis.
Faktor-faktor
keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1)
sumber-sumber tangibleseperti kualitas atau keunikan dari produk yang
dipasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii)
sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan
pola manajemen yang diterapkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii)
kapabilitas atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk
melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif
(misalnya proses inovasi dari 3M). Menurutnya, salah satu yang harus dilakukan
koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan efisiensi biaya.
Tetapi ini juga bisa ditiru/dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain
(non-koperasi). Jadi, ini bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya
dari koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari
koperasi adalah hubungannya dengan anggota.
Kondisi
Koperasi di Jepang (dengan sistem Komunis)
Koperasi
pertama di Negeri Sakura dilahirkan pada 1897, tetapi baru pada 1920-an gerakan
koperasi-koperasi mulai mengorganisir dengan skala yang lebih besar. Bersamaan
dengan pelaksanaan Undang-Undang Industri dan Kerajinan. Dalam perkembangannya,
koperasi di Jepang berkembang tidak hanya di bidang industri dan kerajinan,
tetapi di sektor pertanian juga mengalami perkembangan yang pesat di awal-awal
pertumbuhannya. Ada dua macam koperasi pertanian di Jepang. Pertama adalah yang
bersifat khusus, hanya mengembangkan satu macam komoditas. Dan kedua adalah
bersifat umum, yaitu yang bersifat serba usaha.
Setelah terbit
Undang-Undang Koperasi Pertanian pada tahun 1974, koperasi pertanian, koperasi
konsumsi dan bank koperasi semakin tumbuh dengan pesat dan menjadi andalan
koperasi di Jepang. Di Jepang, koperasi konsumen mampu tumbuh 20 persen per
tahun. Sejak awal, mereka menyediakan barang-barang yang sehat dan memuaskan
konsumen. Motto bisnisnya: Untuk Perdamaian dan Suatu Kehidupan yang Lebih
Baik. Lalu pada 1921 Koperasi Nada dan Koperasi Kobe didirikan di bawah
kepemimpinan Toyohiko Kagawa, Bapak Gerakan Koperasi Konsumen. Kedua badan
usaha ini bergabung atau amalgamasi menjadi Koperasi Nada Kobe koperasi di
tahun 1962. Kemudian berubah nama lagi menjadi Koperasi Kobe pada 1991. Seiring
perkembangannya, kedua koperasi menjadi kekuatan yang mengemudikan koperasi di Jepang.
Menurut
Kagawa, tujuan pergerakan koperasi di Jepang terutama demi memperbaiki kondisi
kehidupan masyarakat miskin. Caranya, ia menganjurkan tujuh berkoperasi.
Pertama, pembagian keuntungan yang saling menguntungkan. Kedua, perekonomian
yang manusiawi. Ketiga, pembagian modal. Keempat, pembatasan eksploitasi.
Kelima, desentralisasi kekuasaan. Keenam, kenetralan politik. Ketujuh,
menekankan segi pendidikan.
Penyebaran
koperasi yang ideal, menurut Kagawa adalah menolong orang merancang kebangkitan
dirinya. Sayangnya, pemerintahan militer semasa Perang Dunia II di Negeri Para
Samurai ini menentang koperasi. Akibatnya, koperasi bubar dan menghilang pada
jaman itu.
Setelah Perang Dunia II, sejumlah pergerakan koperasi yang dirusak selama peperangan, memperbaiki diri. Banyak koperasi membuka kegiatan distribusi makanan ransum atau jatah. Sebab, kala itu memang terjadi kelangkaan serius hampir semua barang.
Setelah Perang Dunia II, sejumlah pergerakan koperasi yang dirusak selama peperangan, memperbaiki diri. Banyak koperasi membuka kegiatan distribusi makanan ransum atau jatah. Sebab, kala itu memang terjadi kelangkaan serius hampir semua barang.
Kemudian
pada 1948, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Koperasi Konsumen. Perkembangan
berikutnya, pada 1951 didirikan Gabungan Koperasi Konsumen Jepang (Japanese
Consumers’ Co-operative Union, JCCU), yang merupakan peletak dasar dan
pendorong kemajuan koperasi. Presiden JCCU Isao Takamura menjelaskan, seiring
kebangkitan ekonomi Jepang era 1950-an, sejumlah kebijakan mereorganisasi
koperasi pun sering didiskusikan. Tema yang mendominasi diskusi, antara lain
meliputi aspriasi atau kepentingan ekonomi para anggota. Juga sekitar manajemen
bisnis koperasi.
Muncul
gagasan agar koperasi mendasarkan pada kelompok kecil yang beranggota 5 sampai
10 orang. Cara ini memungkinkan para anggota bertukar pikiran intensif. Baik
melalui aktifitas jual beli bersama, saling menolong dan mempromosikan koperasi
mereka.
Di saat yang
sama, pada kurun 1960 dan 1970-an, Jepang menikmati pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Bahkan, cenderung tak terkendali. Buktinya, banyak problem yang
menyerang konsumen. Misalnya, bahan pengawet dipakai membuat makanan yang
diproduksi secara massal dan membahayakan kesehatan orang. Dengan cerdas, koperasi
memanfaatkan situasi ini. Koperasi berupaya menyuplai produk alternatif dengan
jaminan keselamatan dan makanan yang dapat diandalkan.
Kemudian
datang krisis minyak di tahun 1973. Dampaknya, kelangkaan komoditi dan harga
barang tiba-tiba meroket. Lagi-lagi di tengah kondisi sulit ini, koperasi
memasok barang dengan harga logis kepada anggota. Manfatnya, para anggota
semakin mempercayai koperasi. Pada gilirannya jumlah keanggotaan dan
pertumbuhan koperasi menjamur luar biasa. Sayangnya, kemudian muncul tindakan
anti koperasi dari segolongan kecil pedagang ritel (minor retailer).
Kondisinya, di tahun 1980-an Jepang tengah berada pada pertumbuhan yang
menguntungkan. Sebetulnya, para pedagang ritel itu sulit bersaing melawan
peritel besar.
Koperasi
mengatasi kesulitan satu demi satu, dan sekarang mempunyai anggota sejulah 14
juta orang. Jumlah koperasi retail local, kurang lebih 9 juta. Artinya,
mewakili 20 % dari seluruh tempat tinggal di Jepang. Sementara penjualan
tahunan koperasi senilai 52,7 miliar Dolar AS. Mudah dipahami, perkembangan
koperasi di Negeri Matahari Terbit ini makin mengesankan. Lahir sejumlah
koperasi, dari Koperasi Kesehatan, Koperasi Asuransi hingga Koperasi
Universitas. Para pendiri semua koperasi ini meyakini, mereka mewakili kepentingan
ekonomi masyarakat, bertanggung jawab kepada masyarakat dan berupaya melakukan
usaha secafra benar. Selain itu, misalnya di koperasi konsumen, kelembagaan
koperasi membantu keberadaan dan kesejahteraan bersama pengecer kecil.
Tujuannya, merevitalisasi ekonomi lokal dan memberikan kontribusi kepada
komunitasnya.
Dari sisi
keanggotaan, apa motif utama orang Jepang berkoperasi? Biasanya mereka memang
membutuhkan barang-barang yang dibeli. Selain itu, mereka menginginkan aspek
keselamatan dan sangat mengutamakan kualitas barang-barang. Sisi menarik lain,
90 persen anggota koperasi adalah wanita. Sebagian besar merupakan ibu rumah
tangga. Mereka membeli produk koperasi, karena ingin memiliki makanan yang
sehat untuk anak mereka. Itu sebabnya, koperasi di Jepang selalu berusaha
menyediakan makanan yang sehat atau tanpa bahan pengawet. Bahkan selalu
meneliti dan mencari Informasi mengenai barang, sebelum mereka menjualnya.
Apalagi produk pertanian yang harus dijaga kesegarannya. Mereka mengirim
langsung ke anggota, tanpa melalui pasar. Praktik ini sangat dikenal di Jepang.
Produsen dan konsumen bertransaksi secara langsung mengenai makanan yang segar
dan sehat. Produksi pertanian yang segar didukung secara kuat oleh anggota
koperasi. Ini bisa terjadi, karena produsen dan konsumen bisa berkomunikaksi
langsung dan mengetahui persis bagaimana proses produksi makanan.
Kondisi
Koperasi di Indonesia (dengan sistem Pancasila)
Dalam sistem
perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut
mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan
kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai
soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya
paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal
koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang
istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi
sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan
bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang
paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering
disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa
diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha
koperasi adalah juga kekeluargaan.
Berdasarkan
data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001,
jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih,
dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika
dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180
unit (88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai
71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42%
koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342
orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703
unit.
Gagasan
tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan
dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan
pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya
menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan
koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena
dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah,
bukan
sepenuhnya inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah
di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan
koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak
tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di
tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh
secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan
diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi.
Bung Hatta
sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh
kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denegara majuark, pada
akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan
lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi adalah
sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga
membedakan antara “koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong royong, dengan
“koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan
kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar
atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah
lembaga self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk
bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem
pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Namun, sejak
diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam
perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda
yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha
dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang
pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa
bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV,
Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya
diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian
inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar
dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya
adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi
Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan
koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini,
bentuk kepemilikan properti pada koperasi yang “konservatif” sering tidak
diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik
wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya.
Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan
sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi
sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para anggotanya
atau untuk kesejahteraan anggota.
sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap
warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia memiliki
tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang
menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya saing, dan sangat
dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan
koperasi di negara maju.
Sementara
itu, ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan
kepada program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi
pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi
pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik
negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya
prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Faktor yang
dapat Mempengaruhi Kemajuan Koperasi di Indonesia
Pengembangan
koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun sangat
sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin
banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum,
namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak mungkin
tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan
tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi
perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap
perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Faktor-faktor
Keberhasilan: Pembelajaran Bagi Koperasi Indonesia
Anggapan
kita semua bahwa koperasi itu hanya milik orang-orang yang ekonominya menengah
kebawah yang jiwa sosialnya cukup tinggi yang merupakan ciri khas orang-orang
indonesia namun faktanya di negara kita ini koperasi tidak sebaik negara-negara
yang kapitalis yang notabeni hanya memikirkan untuk dirinya sendiri.
Namun
Hebatnya perkembangan dari koperasi-koperasi di negara-negara maju tersebut
memberi kesan bahwa koperasi tidak bertentangan dengan ekonomi kapitalis.
Sebaliknya, koperasi-koperasi tersebut tidak hanya mampu selama ini bersaing
dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi mereka juga menyumbang
terhadap kemajuan ekonomi dari negara-negara kapitalis tersebut. Seperti telah
dijelaskan di atas bahwa koperasi lahir pertama kali di Eropa yang juga
merupakan tempat lahirnya sistem ekonomi kapitalis. Banyak studi-studi kasus
atau laporan-laporan mengenai keberhasilan dari koperasi-koperasi di NM. Misalnya
dari Trechter (2005) mengenai the Fonterra Cooperative Group (FCG) di Selandia
Baru (SB) dan the Australian Wheat Board (AWB).
Pendirian FCG waktu itu diharapkan bisa meningkatkan kemampuan dari
industri susu SB untuk bersaing di pasar-pasar internasional. FCG cocok dengan
definisi dari suatu generasi baru dari koperasi dalam banyak hal: (1) koperasi
tersebut dimiliki dan diawasi oleh pemakai (dengan pemberian suara berdasarkan
jumlah susu yang diserahkan bukan berdasarkan satu orang-satu suara); (2)
keuntungan-keuntungan dibagikan berdasarkan pemakaian; (3) FCG bukan sepenuhnya
suatu koperasi berdasarkan keanggotaan karena koperasi itu harus menerima
pemasok-pemasok baru; (4) FCG punya suatu hubungan kontraktual dengan
produsen-produsennya yang harus punya satu bagian dari stok susu FCG untuk
setiap kilo dari susu yang akan diserahkannya.
Karakteristik penting lainnya dari FCG adalah bahwa koperasi tersebut
mempunyai suatu fokus yang kuat pada pembuatan produk-produk yang bervariasi
yang menciptakan kesetiaan pembeli dan harga premium.
AWB juga memiliki suatu sejarah yang panjang. Didirikan oleh pemerintah
Australia pada tahun 1939 dan memberikan otoritas untuk mengekspor gandum. Pada
tahun 2001 AWB ekspor lebih dari 15 juta mt, gandum dan mempunyai pembeli-pembeli
di lebih dari 40 negara. AWB punya saham 3% dari jumlah ekspor dan 12% dari ekspor pertanian
Australia. Di dalam konteks Australia dan pasar gandum global, AWB adalah
pemain utama. Pada tahun 2001, AWB memegang saham terbesar kedua (17%) dari
penjualan-penjualan di pasar gandum global.
Peterson (2005), mengatakan bahwa koperasi harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis
lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan perdagangan
bebas saat ini. Keunggulan kompetitif disini didefinisikan sebagai suatu
kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu perusahaan di
posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Faktor-faktor keunggulan
kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1) sumber-sumber tangible
seperti kualitas atau keunikan dari produk yang dipasarkan (misalnya formula
Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii) sumber-sumber bukan tangible
seperti brand name, reputasi, dan pola manajemen yang diterapkan
(misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii) kapabilitas atau
kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk melakukan suatu
rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif (misalnya proses
inovasi dari 3M). Menurutnya, salah satu yang harus dilakukan koperasi untuk
bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan efisiensi biaya. Tetapi ini juga bisa
ditiru/dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain (non-koperasi). Jadi, ini
bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi. Menurutnya
satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari koperasi adalah hubungannya
dengan anggota. Misalnya, di koperasi produksi komoditas-komoditas pertanian,
lewat anggotanya koperasi tersebut bisa melacak bahan baku yang lebih murah,
sedangkan perusahaan non-koperasi harus mengeluarkan uang untuk mencari bahan
baku murah.
Loyd (2001) menegaskan bahwa koperasi-koperasi perlu memahami apa yang bisa
membuat mereka menjadi unggul di pasar yang mengalami perubahan yang semakin
cepat akibat banyak faktor multi termasuk kemajuan teknologi, peningkatan
pendapatan masyarakat yang membuat perubahan selera pembeli, penemuan-penemuan
material baru yang bisa menghasilkan output lebih murah, ringan, baik
kualitasnya, tahan lama, dsb.nya, dan makin banyaknya pesaing-pesaing baru
dalam skala yang lebih besar. Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut,
menurutnya, faktor-faktor kunci yang menentukan keberhasilan koperasi adalah:
(1) posisi pasar yang kuat (antara lain dengan mengeksploitasikan kesempatan-kesempatan
vertikal dan mendorong integrasi konsumen); (2) pengetahuan yang unik mengenai
produk atau proses produksi; (3) sangat memahami rantai produksi dari produk
bersangkutan; (4) terapkan suatu strategi yang cemerlang yang bisa merespons secara
tepat dan cepat setiap perubahan pasar; dan (5) terlibat aktif dalam
produk-produk yang mempunyai tren-tren yang meningkat atau prospek-prospek masa
depan yang bagus (jadi mengembangkan kesempatan yang sangat tepat).
Sedangkan menurut Pitman (2005) dari hasil penelitiannya terhadap kinerja
berbagai macam koperasi di Wisconsin (AS), selain faktor-faktor di atas,
koperasi yang berhasil adalah koperasi yang melakukan hal-hal berikut ini: (1)
memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan ahli-ahli dari luas secara
efektif; (2) selalu memberikan informasi yang lengkap dan up to date
kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dan suportif; (3)
melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan bisnis dengan memakai agenda
yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan pengambil keputusan yang
demokrasi; (4) mempertahankan relasi-relasi yang baik antara manajemen dan
dewan direktur/pengurus dengan tugas-tugas dan tanggung jawab- tanggung jawab
yang didefinisikan secara jelas; (5) mengikuti praktek-praktek akutansi yang
baik, dan mempersentasikan laporan-laporan keuangan secara regular; (6)
mengembangkan aliansi-aliansi dengan koperasi-koperasi lainnya; dan (7)
mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas terhadap konfidensial dan konflik
kepentingan.
Selain studi-studi kasus di atas, beberapa pengamat koperasi di Indonesia
juga mencoba mengevaluasi keberhasilan koperasi di NM. Misalnya menurut
Soetrisno (2001, 2003a,b,c), model-model keberhasilan koperasi di dunia umumnya
berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit
seperti di Perancis dan Belanda dan produsen yang berkembang pesat di daratan
Amerika, khususnya AS dan di beberapa negara di Eropa. Dari evaluasinya,
Soetrisno melihat ada beberapa syarat agar koperasi bisa maju, yakni:
(i)
skala usaha
koperasi harus layak secara ekonomi maksutnya Dukungan belanja rumah tangga
baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen sangat penting untuk menunjang
kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan
transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu
mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan oleh
rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
(ii) koperasi harus memiliki cakupan
kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam)
dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi seperti Didaratan Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi
kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan.
Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni "Credit
Agricole" di Perancis, RABO-Bank di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang
dan lain-lain. Disamping itu hampir di setiap negara menunjukkan adanya
koperasi kredit yang kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain.
Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya
sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan
adalah "potensial customer-member" dari koperasi kredit (Soetrisno,
2001).
(iii) posisi koperasi produsen yang
menghadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi
tawar koperasi dan pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk
meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)
selain
syarat dari isoetrisno diatas bila kita amati dari sistem yanng di gunakan oleh
orang-orang kapitalis dapat disimpulkan bahwa koperasi dapat berkenbang di
suatu negara bila:
1. menciptakan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan pendapatan
dan lapangan pekerjaan layak dan pantas yang berkesinambungan.
2. mengembangkan kapasitas-kapasitas sumber daya manusia dan pengetahuan dari
nilai-nilai, keunggulan-keunggulan dan kemanfaatan-kemanfaatan gerakan koperasi
melalui pendidikan dan pelatihan.
3. mengembangkan potensi usaha mereka, termasuk kapasitas kewirausahaan dan
manajerial.
4. memperkuat daya saing mereka dan juga memperoleh akses pada pasar-pasar dan
pembiayaan kelembagaan.
5. meningkatkan simpanan-simpanan dan investasi
6. memperbaiki kesejahteraan sosial dan ekonomi, dengan memperhatikan
kebutuhan untuk menghapus semua bentuk diskriminasi.
7. Menyumbang terhadap pembangunan manusia yang berkesinambungan.
8. membangun dan memperluas sektor dari ekonomi yang sifatnya nyata berbeda
yang mempunyai kemampuan hidup (viable) dan ekonomis, yang meliputi
koperasi-koperasi, yang tanggap terhadap kebutuhankebutuhan sosial dan ekonomi
dari komunitas.
Kesimpulan
Inggris, yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai
Negara cikal bakal koperasi di dunia, pada masa-masa tahun 1700-an, di
akhir era peninggalan “gilda” (Ima Suwandi, 1980), mulai tumbuh
organisasi-organisasi yang bersifat tolong menolong. Apalagi setelah lahir The
Friendly Societies Act pada tahun 1773. Hingga pada tahun 1800 tercatat
tidak kurang 7.200 perkumpulan sosial serupa yang terdaftar dan memiliki
anggota sekitar 600.000 orang. (Ima Suwandi,1980). Semangat tolong-menolong
secra sosial tersebut dalam perkembangannya ternyata telah pula menggapai sisi
bidang kegiatan ekonomi para anggota perkumpulan. Perkembangan koperasi di
Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran pedagang-pedagang bangsa Eropa
yang datang ke Indonesia. Namun dengan keserakahan pedagang-pedagang Eropa
untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, maka hubungan dagang menjadi
ingin menguasai mata rantai perdagangan. Akibatnya terjadi penindasan
(menjajah) oleh pedagang-pedagang bangsa Eropa terhadap bangsa Indonesia.
Dari penderitaan inilah yang mengunggah pemuka-pemuka bangsa Indonesia berjuang
untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, salah satunya dengan mendirikan
koperasi.
II.II.
Dampak Pertumbuhan Koperasi Eropa
Secara
ringkas, lembaga koperasi di Eropa pada masa abad ke-18 dan 19, dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, terbukti telah cukup mampu memainkan peran
besarnya untuk mendorong petani, pengrajin, pedagang kecil dan kaum buruh serta
pekerja kecil lainnya untuk dapat bertahan hidup dan berusaha di masa-masa
sulit di tengah himpitan tekanan dampak reformasi pertanian, revolusi industri
dan politik ekonomi liberal. Walau koperasi yang ada berbeda-beda dalam skala
dan ukurannya, namun tujuan dasar idiologinya mempunyai watak yang sama. Di
Eropa pada masa-masa itu, koperasi telah dipandang sebagai senjata umum yang
ampuh untuk memerangi kemiskinan.
Tidak hanya
itu, api dan semangat berkoperasi ternyata kemudian juga telah menerobos ke
luar jauh dari benua Eropa dan diterima oleh masyarakat dari belahan bumi lain
di hampir seluruh pelosok penjuru dunia. Bahkan menjadi opsi yang dianggap
mampu menjawab fenomena ekonomi sosial yang tengah berkecamuk saat itu.
Meskipun demikian ada juga yang sinis, utamanya kaum kapitalis, yang sering
menyebut koperasi sebagai " kinder der not ", (anak yang lahir
dari kesengsaraan), begitulah kira-kira.
II.IV. Fungsi dan Peran Koperasi di Indonesia
Sebagaimana
dikemukakan dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992, fungsi dan peran koperasi di
Indonesia seperti berikut ini:
- Membangun
dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosial Potensi dan kemampuan ekonomi para anggota koperasi pada umumnya
relatif kecil. Melalui koperasi, potensi dan kemampuan ekonomi yang kecil
itu dihimpun sebagai satu kesatuan, sehingga dapat membentuk kekuatan yang
lebih besar. Dengan demikian koperasi akan memiliki peluang yang lebih
besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat pada
umumnya dan anggota koperasi pada khususnya.
- Turut
serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat Selain diharapkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
ekonomi para anggotanya, koperasi juga diharapkan dapat memenuhi fungsinya
sebagai wadah kerja sama ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kualitas
kehidupan hanya bisa dicapai koperasi jika ia dapat mengembangkan
kemampuannya dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi
anggota-anggotanya serta masyarakat disekitarnya.
- Memperkokoh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian
nasional Koperasi adalah satu-satunya bentuk perusahaan yang dikelola
secara demokratis. Berdasarkan sifat seperti itu maka koperasi diharapkan
dapat memainkan peranannya dalam menggalang dan memperkokoh perekonomian
rakyat. Oleh karena itu koperasi harus berusaha sekuat tenaga agar
memiliki kinerja usaha yang tangguh dan efisien. Sebab hanya dengan cara itulah
koperasi dapat menjadikan perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional.
- Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia,
koperasi mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perekonomian
nasional bersama-sama dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Namun koperasi
mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dari sifat bentuk perusahaan
lainnya, maka koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam
sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian koperasi harus mempunyai
kesungguhan untuk memiliki usaha yang sehat dan tangguh, sehingga dengan
cara tersebut koperasi dapat mengemban amanat dengan baik.
III.
PENUTUP
III.I.
Kesimpulan
Inggris, yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai
Negara cikal bakal koperasi di dunia, pada masa-masa tahun 1700-an, di
akhir era peninggalan “gilda” (Ima Suwandi, 1980), mulai tumbuh
organisasi-organisasi yang bersifat tolong menolong. Apalagi setelah lahir The
Friendly Societies Act pada tahun 1773. Hingga pada tahun 1800 tercatat tidak
kurang 7.200 perkumpulan sosial serupa yang terdaftar dan memiliki anggota
sekitar 600.000 orang. (Ima Suwandi,1980). Semangat tolong-menolong secra
sosial tersebut dalam perkembangannya ternyata telah pula menggapai sisi bidang
kegiatan ekonomi para anggota perkumpulan. Perkembangan koperasi di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari kehadiran pedagang-pedagang bangsa Eropa yang
datang ke Indonesia. Namun dengan keserakahan pedagang-pedagang Eropa untuk
meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, maka hubungan dagang menjadi ingin
menguasai mata rantai perdagangan. Akibatnya terjadi penindasan (menjajah) oleh
pedagang-pedagang bangsa Eropa terhadap bangsa Indonesia. Dari
penderitaan inilah yang mengunggah pemuka-pemuka bangsa Indonesia berjuang untuk
memperbaiki kehidupan masyarakat, salah satunya dengan mendirikan koperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar