BAB 12 KASUS ARAHAN DOSEN ETIKA BISNIS
·
CONTOH KASUS HAK PEKERJA
Perbudakan Buruh Panci di Tangerang
Praktek perbudakan buruh pabrik panci di Kampung Bayur
Opak, Desa Lebak Wangi, Kabupaten Tangerang, diduga karena motif ekonomi.
Pemilik pabrik ingin untung besar dengan biaya yang sedikit.
"Sementara ini diduga motifnya ekonomi,"
ujar Kepala Kepolisian Resor Kota Tangerang, Komisaris Besar Bambang Priyo
Andogo, Ahad, 5 Mei 2013.
Berdasarkan keterangan para buruh dan tersangka,
menurut Bambang, kerja paksa yang diiringi dengan penyekapan, gaji rendah,
hingga pengabaian hak-hak buruh itu dilakukan oleh Yuki Irawan, pemilik CV
Cahaya Logam, untuk menekan biaya operasional perusahaan. "Intinya, mereka
mau mengeluarkan biaya sedikit, tapi mendapatkan hasil atau untung yang
banyak," kata Bambang.
Meski begitu, Bambang mengatakan, kesimpulan tersebut
masih sementara. Alasannya, pihak kepolisian masih terus melakukan pemeriksaan
secara intensif kepada para tersangka, termasuk Yuki Irawan. "Terus kami
kembangkan dan didalami," kata dia.
Kepolisian Resor Tangerang telah menetapkan lima
tersangka dalam kasus penganiayaan dan kekerasan terhadap 25 buruh pabrik panci
aluminium dan alat-alat dapur ini. Pabrik itu digerebek polisi Jumat lalu, 3
Mei 2013, karena menyekap para buruh dan memaksa mereka bekerja secara tidak
wajar selama empat bulan.
Kelima tersangka itu adalah Yuki Irawan, 41 tahun,
pemilik pabrik, dan empat anak buahnya: Tedi Sukarno (35), Sudirman (34),
Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30). Sudirman adalah bekas buruh asal Lampung
yang diangkat Yuki sebagai mandor.
Polisi menjerat para tersangka dengan pasal berlapis
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni Pasal 33 tentang Perampasan Kemerdekaan
Orang, Pasal 351 tentang Penganiayaan, dan Pasal 372 tentang Penggelapan.
Mereka juga dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak karena ada empat buruh
dengan usia masih di bawah 18 tahun. Tersangka juga menyekap enam buruh di
dalam ruangan terkunci. Ancaman hukuman terhadap tersangka adalah 8 tahun
penjara.
·
CONTOH KASUS IKLAN TIDAK ETIS
Iklan Tidak Beretika Dalam Sebuah Iklan Permen Kopi
Espersso (Kopiko vs Espresso)
Salah satu iklan yang menarik perhatian saya adalah
iklan sebuah produk permen kopi di televisi yang terkenal dengan seruan
“Makannya permen kopiko-song sih! Nih yang berisi. Permen kopi pake isi!”.
Upaya espresso dalam merebut pangsa pasar kopiko
dengan melakukan combative advertising atau iklan yang
bersifat menyerang. Competitor. Dengan maksud menanamkan bahwa produknya
memiliki keunggulan isi dibandingkan dengan produk Kopiko.
Terlihat jelas bagaimana espresso menampilkan secara gamblang
pernyataan menyebut “permen kopi-ko song” yang menbuat orang jadi kopong
atau bengong dalam iklan elektroniknya dan memperlihatkan espresso adalah
permen kopi dengan isi terlihat lebih fresh. Hal ini merupakan upaya
menjatuhkan brand Kopiko di mata pelanggannya. Menurut tinjauan etika
periklanan, pernyataan yang dilontarkan espreso terhadap Kopiko sudah melanggar
azas etika yang sudah disepakati.
Brand Positioning
Dalam iklan tersebut dibintangi oleh dua orang bintang
iklan “Narji” yang memakan permen kopi “kosong” terlihat sangat bodoh karena
tidak dapat menjawab pertanyaan dari temannya si “B” yang memberikan pertanyaan
aneh, “Kenapa superman jubahnya di belakang ?”. Lalu si “B” menepuk pundak
“Narji” dan jatuhlah permen kopi “kosong” tersebut dengan bunyi yang nyaring,
lalu si “B” berkata “Pantesan makannya permen kopi-ko song sih! Nih yang beri.
Permen kopi pake isi!”.
Target Pasar
Target pasar iklan ini adalah semua kalangan
masyarakat yang menginginkan permen rasa kopi. Iklan ini menggambarkan suatu
permen kopi yang berbeda dengan permen kopi yang sudah ada saat ini, yaitu
dengan memberikan differensiasi produk berupa permen kopi yang memiliki isi
pada bagian tengahnya.
Pembahasan
Kopiko adalah merk permen kopi yang sudah memiliki
pangsa pasar yang besar di Indonesia, dengan positioning sebagai permen kopi
yang lebih berasa kopi. Sedangkan espresso adalah brand pendatang baru dalam
kelas permen kopi yang ingin “memakan” pasar dari kopiko.
Cara espresso dalam memasarkan produk permen kopinya
terlihat “menjatuhkan” nama dari kopiko. Hal itu dapat dilihat dari iklan
komersial TV dari esspreso yang menyudutkan kopiko. Dari iklan tersebut, maka
nampak sekali suatu nilai emosional yang ditonjolkan dan tidak menampakkan
nilai etika dan edukasi sama sekali.
·
CONTOH KASUS ETIKA PASAR BEBAS
Kasus Indomie di Taiwan
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya
pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas.
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini
pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan
besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika
berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang
akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan.
Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk
beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi
manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam
Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat).
Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan
pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis
produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket
terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian
Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita
akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu,
secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka
Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi
IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi
pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya
yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik
menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang
membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya
dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri
pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih
dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan
aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg
nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan
berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko
terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota
Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada
persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk
pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.
Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi
di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka
timbulah kasus Indomie ini.